Filosofi Arti Roti Buaya Betawi Sebenarnya

Roti buaya Betawi hantaran krusial pada prosesi pernikahan suku betawi. Filosofi arti sebenarnya sebagai komponen harus seorang laki-laki ingin membuahkan perempuan pujaannya sebagai pasangan hayati. Tentu roti buaya merupakan tradisi yg tidak akan lekang dengan ketika & tidak akan terlupakan saat seserahan pada saat akad nikah.

Napak Tilas.

Pada zaman itu tentu kali yang mempunyai buaya putih berada dibeberapa tempat di Betawi atau Jakarta kini . Seperti pada Kali Cideng, Kali Lebak Bulus, dan Kali Gunung Sahari. Sepasang buaya putih inilah yang selalu menjadi Kali Gunung Sahari sebagai penunggunya menggunakan nama Ki Srintil & Ni Srintil. Memang kelihatannya angker namun inilah cerita berdasarkan mereka awal adanya roti buaya yang menjadi komponen penting dan tidak boleh diabaikan bila dalam prosesi akad nikah berlangsung.

Roti Buaya menjadi Budaya Betawi.

Sejarawan H.Irwan Sjafi'ie menjelaskan sepasang roti buaya yg menjadi hantaran pengantin laki-laki pada saat akad nikah mempunyai panjang 60-70 centimeter tergantung menurut kemampuan ekonomi calon mempelai laki-laki . Tentu bila ukurannya makin panjang akan mensugesti harga yang akan dibayar sang mempelai laki-laki .

Persiapan sepasang roti buaya ini akan dibawa ke rumah mempelai wanita selesainya dihias rona-warni menggunakan kertas minyak. Tentu hantaran ini bersamaan dengan uang mahar atau mas kawin, baju, selop, miniatur mesjid berupa uang belanja, alat make-up, dll.

Kreatifitas dapat dilihat dari adat suku Betawi ini seperti kain  yang dihias berbentuk binatang seperti angsa, bebek, kelinci, dan kucing. Waktu seserahan berlangsung dan sesuai dengan adat, calon mempelai pria harus membawa makanan yang sangat disukai oleh pengantin wanita waktu kecil disebut dengan kekudung. Tentu kekudung ini bisa berbentuk pete, jengkol, ikan asin ataupun ikan teri.

Walaupun saat sudah berubah menggunakan terjadinya asimilasi budaya dengan adanya percampuran suku tentu budaya ini masih terpelihara menggunakan baik. Jika wanita atau laki-laki betawi menikah dengan laki-laki atau perempuan menurut suku lain tetap roti buaya Betawi sebagai hantaran wajib yg wajib dibawa sebagai hantaran.

Filosofi Roti Buaya Betawi.

Menurut istiadat betawi selesainya akad nikah berlangsung pengantin laki-laki harus kembali rumahnya selesainya disandingkan pada malam resepsi yg duduk dipelaminan puade hanya pengantin wanita. Roti buaya diletakan pada tempok dekat pelaminan bila terdapat perubahan pada bentuk rona pada roti buaya misalnya relatif hangus makan para bunda yg mengucapkan selamat pada penganten "Penganten Prianya Berkulit Hitam" canda bunda tersebut & seterusnya.

Yang sebagai inti makna menurut roti buaya ini merupakan pada positif seperti "buaya mesjiddanquot; yg herbi rajin ibadah. Bukan arti buaya lain sebagai contoh "buaya daratdanquot;, "mata buaya" atau lain sebagainya.

Budaya ini masih bertahan sampai kini pada prosesi pernikahan karena merupakan suatu simbol bagi suami-istri dimasa depan yg bertenaga, setia pada pasangan & mapan pada ekonomi. Sifat buaya tabah walaupun santai tetapi sanggup secara datang-datang melompat dan menerkam. Maknanya suku Betawi selalu tabah jika mereka dilecehkan tentu akan melawan & bahkan akan sulit buat tidak boleh.

Selanjutnya:

Wisata Kota Tua Jakarta Indonesia

Wisata Pasar Tua di Jakarta Indonesia