Secangkir Kopi Mengajarkan Banyak Hal

ARTIKEL KE 851  

Pelajaran Hidup dalam secangkir kopi

Pagi yang dingin di Taiwan, secangkir kopi dan sepotong biskuit cukuplah menemani sarapan pagi sebelum kuliah dimulai hari ini..
Teringat percakapan ayah dan anak yang saya baca entah di mana...mengenai kemiskinan dan kopi berikut ini:
*Ayah :* Tolong buatkan kopi dua gelas untuk kita berdua nak, tapi gulanya jangan engkau tuang dulu, bawa saja ke mari beserta wadahnya.
*Anak :* Baik, ayah


Tidak berapa lama, anaknya sudah membawa dua gelas kopi yang masih hangat dan gula di dalam wadahnya beserta sendok kecil.
*Ayah :* Cobalah kamu rasakan kopimu nak , bagaimana rasa kopimu?
*Anak :* Rasanya sangat pahit sekali ayah
*Ayah :* Tuangkanlah sesendok gula, aduklah, bagaimana rasanya?
*Anak :* Rasa pahitnya sudah mulai berkurang, ayah
*Ayah :* Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?
*Anak :* Rasa pahitnya sudah berkurang banyak, ayah
*Ayah :* Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?
*Anak :* Rasa manis mulai terasa tapi rasa pahit juga masih sedikit terasa, ayah
*Ayah :* Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?
*Anak :* Rasa pahit kopi sudah tidak terasa, yang ada rasa manis, ayah
*Ayah :* Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?
*Anak :* Sangat manis sekali, ayah...bikin eneg..
*Ayah :* Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?
*Anak :* Terlalu manis. Malah tidak enak, ayah....(sambil meludahkan kopinya)
*Ayah :* Tuangkanlah sesendok gula lagi, aduklah, bagaimana rasanya?
*Anak :* Gak mau ayah, rasa kopinya makin tidak enak, lebih enak saat ada rasa pahit kopi dan manis gulanya sama-sama terasa. Seimbang gitu..
*Ayah :* Ketahuilah nak.. pelajaran yang dapat kita ambil dari contoh ini adalah.. jika rasa pahit kopi ibarat kemiskinan hidup kita, dan rasa manis gula ibarat kekayaan harta, lalu menurutmu kenikmatan hidup itu sebaiknya seperti apa nak?
Sejenak sang anak termenung, lalu menjawab.
*Anak :* Ya ayah, sekarang saya mulai mengerti, bahwa kenikmatan hidup dapat kita rasakan, jika kita dapat merasakan hidup secukupnya, tidak melampaui batas. Terimakasih atas pelajaran ini, ayah
*Ayah :* Ayo anakku, kopi yg sudah kamu beri gula tadi, campurkan dengan kopi yang belum kamu beri gula, aduklah, lalu tuangkan dalam kedua gelas ini, lalu kita nikmati segelas kopi ini.
Sang anak lalu mengerjakan perintah ayahnya
*Ayah :* Bagaimana rasanya?
*Anak :* Rasanya kembali nikmat, ayah...(tersenyum puas)
*Ayah :* Begitu pula jika engkau memiliki kelebihan harta, akan terasa nikmat bila engkau mau membaginya dengan orang yang kekurangan. (Sambil mereguk kopi dari gelasnya).

Kesimpulan

Sangat wajar jika hidup mencari rezeki siang dan malam demi mendapatkan kekayaan. Karena kekayaan biasanya identik dengan kenyamanan hidup dan jadi kaya itu bukan dosa. Kecuali kalo kekayaan dipergunakan untuk maksiat. Yang bikin dosa pun bukan kayanya tapi orangnya. Jadi yang terpenting adalah karakter manusianya bukan kondisi atau keadaannya..
Kekayaan sejati berarti kebebasan.. Kebebasan untuk hidup dan beribadah sesuai standar anda tanpa harus terbebani dengan rasa pasrah karena tak mampu memenuhinya... Entah karena kekurangan waktu, kekurangan duit atau kekurangan kesempatan..

Tapi...menumpuk kekayaan itu ibarat minum kopi yang terlalu manis...jadi gak enak. Apa-apa didapatkan dengan mudah, dibeli dengan gampang, dinikmati sesuka hati jadi kehilangan tantangan dan membuat hidup jadi membosankan..Jadi eneg.. Ya..hidup yang terlalu nyaman itu membosankan...
Karenanya kita butuh pahitnya kopi, yaitu penderitaan...bisa jadi kebangkrutan, kemiskinan, susah rezeki, tantangan dan ujian. Agar hidup kembali seimbang..
Disinilah peranan ujian dan cobaan yang Allah beri..
Jangan kesal karena diuji dan jangan protes karena dicoba, bisa jadi Allah hendak menyeimbangkan hidup anda kembali...

Jika kopi terlalu pahit juga tidak enak dan tak bisa dinikmati. Jadi harus ikhtiar mencari gula (rezeki) untuk keluar dari kepahitan itu... Jika membiarkannya tetap pahit (ogah usaha, malas, enggan ikhtiar), jangan salahkan Allah mengapa anda tak bisa menikmatinya. Karena sesungguhnya Allah tak menciptakan kemiskinan. Kita yang memintanya....

Setelah gula (rezeki) didapatkan, nikmati secukupnya agar rasanya jadi seimbang. Jangan kebanyakan dan jangan juga terlalu sedikit. Gula yang masih banyak tersisa tadi berikan pada mereka yang membutuhkannya agar hidupnya kembali seimbang seperti hidup kita...Sehingga dunia ini menjadi nyaman, tak ada lagi kepahitan hidup yang tak bisa diselesaikan. Itulah filosofi berbagi alias sedekah yang diajarkan agama kita...
Konsumsi secukupnya dan distribusikan sebanyak-banyaknya....karena sejatinya kekayaan itu bukan soal mengumpulkan melainkan soal membagikan.

*Selamat ngopi dengan penuh kenikmatan hari ini...everyone....☕*

baca juga : filosofi kopi terkait rezeki

Wallahu alam