Alasan Mengapa Bersikap Ridha Itu Penting

ARTIKEL KE 840  

Ridha Menerima Kejadian  

KESIAPAN diri sangatlah penting dalam rangka menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi di dalam kehidupan ini. Namun jika hal tersebut telah terjadi, sikap yang harus kita miliki adalah ridha. Ridha terhadap apa yang akhirnya terjadi atau ridha pada hasil yang akhirnya kita terima setelah usaha yang kita lakukan. 


Mengapa kita harus ridha? Karena jika kita tidak ridha pun, kejadian atau hasil itu tetap terjadi. Contohnya sederhananya adalah apabila kita sedang berjalan di tengah lapangan basket, kemudian ada satu bola basket yang terlempar keluar lapangan dan mengenai kepala kita. Meskipun sebelumnya kita sering lewat situ tapi aman-aman saja...
Apakah hari ini kita lagi sial?
Apa sebenarnya kesialan itu?
Betulkah kita ditakdirkan sial hari ini?
Bisakah sial itu dibuang?
Seribu satu pikiran menari-nari di kepala kita...
Kita pun mulai berprasangka buruk padaNYA, pada Allah SWT...
"Kok aku kena bola basket hari ini ya Allah, salah ku tuh apa??"
Pengaruh terkena lemparan bola basket itu buat kita jadi sensi..
Bisa-bisanya hari ini jadi korban lemparan...?
Meski sang pelaku (anak-anak sebelah rumah) sudah minta maaf sambil nunduk-nunduk, hati ini kok tetap mangkel...

baca : kisah pedagang tahu yang berprasangka baik pada Allah

Jika peristiwa ini terjadi pada diri kita, maka untuk menghilangkan kemangkelan bersikaplah ridha. Karena tak ada untungnya juga mangkel, toh bola itu telah mengenai kepala kita. Biarlah rasa sakit itu terasa sejenak. Janganlah rasa sakit itu membuat kita menggerutu, mengutuk atau nyumpahin para pelaku... 
Karena Rasulullah saw bersabda, 

Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya.(HR.Muslim) 

Sebagaimana isi hadis di atas, bersikap ridha itu akan memberikan nuansa tersendiri di dalam batin kita. Karena sebenarnya penderitaan kita saat menggerutu dan mengutuk itu bukan karena peristiwa jatuhnya bola pada kepala kita. Melainkan karena kita tidak mau menerima kenyataan yang terjadi pada diri kita. Sehingga akhirnya kita pun merasakan penderitaan. 
Kadar sakitnya sebenarnya tak seberapa, bisa ditanggung dengan mudah oleh badan tegap kita, tapi karena sensi sakitnya tuh di sini..terasa dua kali lipat lebih sakit, nyut-nyut banget gitu....

baca : mengapa hidup kita jauh dari berkah?

Contoh lainnya yang jamak terjadi di tengah-tengah kita adalah sikap mengejek atau mencibir keadaan diri sendiri. Ada orang yang mencibir fisiknya sendiri hanya karena hidungnya pesek, atau kulitnya hitam, atau posturnya pendek, badannya gendut bulet. Atau ada juga orang yang mencibir dirinya sendiri hanya karena terlahir dari keluarga yang tidak kaya raya. 
Menyesali kenyataan yang ada padanya...

Orang-orang seperti di atas akhirnya merasakan penderitaan. Penderitaan mereka bukan disebabkan oleh kenyataan yang terjadi, akan tetapi karena ketidakterampilan mentalnya dalam menerima kenyataan. Maka, tidak heran apabila kita banyak menyaksikan orang-orang yang mengalami stress. Mereka stress karena tidak terampil untuk menerima kenyataan yang terjadi pada diri mereka, baik itu berkenaan dengan masalah penampilan, keuangan, karier, rezeki, jodoh dan lain sebagainya. 

Seorang wanita yang sudah melewati umur 30 tahun, pontang-panting menata penampilan diri demi menghindari keriput di wajahnya. Berbagai cara ia lakukan, meski harus mengeluarkan biaya jutaan rupiah bahkan lebih. Namun, keriput tetap saja muncul. Ia pun stres. 
Sikap di atas adalah salah satu sikap tidak ridha menghadapi kenyataan. Wanita ini bersikap berlebih-lebihan karena tidak ridha menerima kenyataan bahwa setiap manusia itu seiring bertambahnya usia akan mengalami penuaan, baik cepat ataupun lambat. Dan tanda-tanda penuaan itu salh satunya adalah keriput mulai menghiasi wajah. Sebanyak apapun kosmetik digunakan, sebesar apapun biaya perawatan yang dikeluarkan, tua itu adalah keniscayaan. 

Apakah sikap ridha itu adalah sikap pasrah? Jelas bukan. Ridha itu keterampilan mental kita untuk realistis menerima kenyataan. Adapun otak dan anggota tubuh berikhtiar terus untuk memperbaiki kenyataan, hingga mencapai keadaan yang lebih baik lagi. 
Rezeki lagi susah karena perekonomian lagi sulit, nilai tukar dolar naik terus sehingga barang-barang jadi mahal dan pembeli di toko jadi kurang karena mereka menahan duitnya untuk keperluan yang lebih penting..
Ngomelin perekonomian ataupun nyumpahin pemimpin negeri gak bikin rezeki kita berubah, gak bikin pembeli pada datang berduyun-duyun....
Yang ada malah kita yang pening...
Padahal tugas kita sebenarnya mudah, ridha dengan kenyataan yang ada sambil terus optimis dan berdoa..

Saat sakit gigi terasa, misalnya, bersikap ridhalah. Karena tidak ridha pun tetap sakit gigi. Bersikap ridha bukan berarti pasrah, ridha dengan gigi yang sakit tapi tidak berdiam diri, melainkan berikhtiar memperbaiki kenyataan dengan cara pergi berobat ke dokter gigi. Saat pergi ke klinik dokter gigi dan menemukan kenyataan bahwa kliniknya sedang tutup, maka bersikaplah ridha kembali. Jangan lantas menggerutu, karena sikap demikian hanya akan sia-sia belaka, bahkan berpotensi menjerumuskan diri ke dalam dosa tanpa terasa. 
Usaha cari dokter gigi yang buka...
Saat tiba di dokter gigi itu pasiennya membludak dan kita dapat nomer antrian terakhir, ridhalah dengan kenyataan itu...silakan menunggu dengan sabar..

Oleh karena itu, apapun kenyataan yang kita hadapi, terimalah dan jangan berkeluh kesah. Bersikaplah ridha dan bukan mengutuk atau menggerutu. Sikap ridha akan menghindarkan kita dari rasa menderita. Kenyataan jadi terlihat berbeda karena kita memandangnya berbeda. Ridha ataupun menerima kenyataan dengan ikhlas membuat pikiran terbuka untuk menyelesaikan persoalan. Membuat harapan muncul dan penderitaan terasa ringan..

Apalagi, sebagaimana kita yakini bahwa tidak ada satu kejadian pun yang tidak memiliki maksud dan tujuan. Termasuk jika kejadian itu adalah sebuah musibah atau ujian. Sungguh suatu kerugian besar apabila musibah yang datang disikapi dengan sikap negatif, tidak menerima, menggerutu. Karena, musibah adalah ujian yang justru akan semakin memperkokoh kekuatan diri seseorang. 
Bahkan, musibah apabila dihadapi dengan sikap ridha, akan menjadi jalan menuju surgaNYA. Sebagaimana firman Allah Swt, 
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, Bilakah datangnya nashrullah (pertolongan Allah). Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS Al-Baqarah [2]:214). 
Ujian itu mutlak diberi jika ingin surga...Itu sebabnya hidup ini dipenuhi masalah karena kita butuh itu, butuh masalah untuk bertahan hidup di dunia yang keras ini...

Bersikap ridha itu seperti apabila kita menanak nasi ternyata tanpa disadari air yang kita tuangkan terlalu banyak sehingga beras yang kita rencanakan menjadi nasi malah jadinya bubur. Dalam keadaan seperti ini, sikap yang kita lakukan bukanlah menggerutu dan menyalahkan diri apalagi memarahi orang lain. Akan tetapi bersikaplah ridha, sembari mencari daun seledri, kacang kedelai dan suwiran daging ayam. Ditambahi kecap dan kerupuk. Maka, bubur itu menjadi bubur ayam spesial. 
Jadilah sarapan yang lezat di pagi hari ini...

baca juga : mengapa rezeki selalu mudah bagi orang yang ridha?

Wallahu alam..